Wanita kelahiran
Jepara, Jawa Tengah, pada bulan April
tahun
1879, ia berasal dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa. Ia merupakan putri
dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat.
Ayah beliau merupakan bupati di Jepara pada saat itu. Gelar bangsawan yang
melekat kepada dirinya tak membuatnya bebas dalam mengekspresikan semua
keinginannya. Siapa yang tak kenal beliau ? Siapa yang tak mengetahui kisah
perjuangan beliau ? Wanita ini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan di
Indonesia. Ya. Ia adalah Raden Adjeng Kartini.
Mungkin kita akan berfikir bagaimana bisa
menjadi pelopor kebangkitan perempuan di Indonesia, sedangkan pada saat itu
kondisi perempuan pribumi terhalang dengan adat-adat Jawa yang mengharuskan
mereka tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipinggit, dinikahkan
dengan laki-laki yang tidak dikenal dan harus bersedia dimadu. Ia memandang
semua itu penghambat kemajuan perempuan. Padahal yang ia inginkan adalah
kebebasan dalam menuntut ilmu dan belajar serta menyetarakan hak wanita dan
pria.
Kartini masih bisa merasakan bangku
sekolah karena ayah nya salah satu bupati yang mengizinkan putra-putrinya
bersekolah hingga umur 12 tahun bersekolah di ELS (Europese Lagere School) setelah itu ia pun dipinggit dirumah.
Keinginannya untuk melanjutkan sekolah lagipun pupus.
Dengan keterbatasan gerak, seorang
Kartini yang pandai berbahasa Belanda ini memanfaatkan waktunya di rumah dengan
rajin membaca buku-buku, koran, dan majalah Eropa sehingga ia kagum dengan
kemajuan berpikir perempuan Eropa yang menurutnya luar biasa. Tidak hanya itu
saja, ia pun memanfaatkan keahliannya dalam berbahasa Belanda untuk berkirim
surat kepada teman-teman penanya yang ada di Belanda.
Menyetarakan hak
wanita dan pria
Jika
kita kembali ke kisah Kartini, banyak sumber yang menyatakan bahwa keinginan
Kartini adalah menyetarakan hak wanita dan pria. Menurutnya pada waktu itu
kondisi social yaitu adat istiadat yang sangat mengekang kaum wanita sehingga
tidak didapatkannya hak untuk sekolah maupun belajar dengan formal.
Namun di zaman era grobalisasi ini,
banyak kaum wanita yang salah mengartikan menyetarakan hak wanita dan pria atau
emansipasi wanita. Jika yang dimaksud oleh Kartini ialah dalam menuntut ilmu,
lain lagi dengan kaum wanita pada zaman sekarang yang menuntut emansipasi
wanita sejajar dengan pria tanpa ada perbedaan. Tidak heran jika kita
perhatikan bersama-sama serta melihat kini para kaum wanita banyak yang bekerja
pada pekerjaan yang seharusnya ditempati oleh kaum pria serta waktu yang tidak
seharusnya. Tidak heran jika banyak tragedi kekerasan serta perilaku yang tidak
baik yang didapatkan oleh kaum wanita. Dalam hal ini, peran pemerintah sangat
dibutuhkan, agar mengurangi tindakan-tindakan buruk yang tidak diinginkan.
”Pondasi perbaikan bangsa adalah
perbaikan keluarga dan kunci perbaikan keluarga adalah kaum wanitanya, karena
wanita adalah guru dunia, dialah yang menggoyang ayunan dengan tangan kanannya
dan mengguncang dunia dengan tangan kirinya” (Hasan al Banna)
Sejalan dengan pemikiran yang saya kutip
diatas, bahwasannya jika kita menginginkan sebuah bangsa yang baik, maka
pondasi yang pertama yang harus diperbaiki adalah kaum wanitanya karena dari
tangan wanitalah akan tumbuh generasi-generasi penerus bangsa.
Dalam kisah singkat Raden Adjeng Kartini
yang saya paparkan diatas, ketika ingin berusaha mencapai cita-cita dengan
segala macam rintangan serta ruang gerak yang sempit namun dengan niat yang
sungguh-sungguh Insyaallah akan tercapailah cita-cita tersebut.
Hidup Perempuan Indonesia !
BEM FEB Unmul 2016
Kabinet #SERU
#SERUnyaHariKartini