Kamis, 21 April 2016

Hari Kartini


21 April 2016

Wanita kelahiran Jepara, Jawa Tengah, pada bulan April tahun 1879, ia berasal dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa. Ia merupakan putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat. Ayah beliau merupakan bupati di Jepara pada saat itu. Gelar bangsawan yang melekat kepada dirinya tak membuatnya bebas dalam mengekspresikan semua keinginannya. Siapa yang tak kenal beliau ? Siapa yang tak mengetahui kisah perjuangan beliau ? Wanita ini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan di Indonesia. Ya. Ia adalah Raden Adjeng Kartini.
Mungkin kita akan berfikir bagaimana bisa menjadi pelopor kebangkitan perempuan di Indonesia, sedangkan pada saat itu kondisi perempuan pribumi terhalang dengan adat-adat Jawa yang mengharuskan mereka tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipinggit, dinikahkan dengan laki-laki yang tidak dikenal dan harus bersedia dimadu. Ia memandang semua itu penghambat kemajuan perempuan. Padahal yang ia inginkan adalah kebebasan dalam menuntut ilmu dan belajar serta menyetarakan hak wanita dan pria.
Kartini masih bisa merasakan bangku sekolah karena ayah nya salah satu bupati yang mengizinkan putra-putrinya bersekolah hingga umur 12 tahun bersekolah di ELS (Europese Lagere School) setelah itu ia pun dipinggit dirumah. Keinginannya untuk melanjutkan sekolah lagipun pupus.
Dengan keterbatasan gerak, seorang Kartini yang pandai berbahasa Belanda ini memanfaatkan waktunya di rumah dengan rajin membaca buku-buku, koran, dan majalah Eropa sehingga ia kagum dengan kemajuan berpikir perempuan Eropa yang menurutnya luar biasa. Tidak hanya itu saja, ia pun memanfaatkan keahliannya dalam berbahasa Belanda untuk berkirim surat kepada teman-teman penanya yang ada di Belanda.

Menyetarakan hak wanita dan pria
          Jika kita kembali ke kisah Kartini, banyak sumber yang menyatakan bahwa keinginan Kartini adalah menyetarakan hak wanita dan pria. Menurutnya pada waktu itu kondisi social yaitu adat istiadat yang sangat mengekang kaum wanita sehingga tidak didapatkannya hak untuk sekolah maupun belajar dengan formal.
Namun di zaman era grobalisasi ini, banyak kaum wanita yang salah mengartikan menyetarakan hak wanita dan pria atau emansipasi wanita. Jika yang dimaksud oleh Kartini ialah dalam menuntut ilmu, lain lagi dengan kaum wanita pada zaman sekarang yang menuntut emansipasi wanita sejajar dengan pria tanpa ada perbedaan. Tidak heran jika kita perhatikan bersama-sama serta melihat kini para kaum wanita banyak yang bekerja pada pekerjaan yang seharusnya ditempati oleh kaum pria serta waktu yang tidak seharusnya. Tidak heran jika banyak tragedi kekerasan serta perilaku yang tidak baik yang didapatkan oleh kaum wanita. Dalam hal ini, peran pemerintah sangat dibutuhkan, agar mengurangi tindakan-tindakan buruk yang tidak diinginkan.
”Pondasi perbaikan bangsa adalah perbaikan keluarga dan kunci perbaikan keluarga adalah kaum wanitanya, karena wanita adalah guru dunia, dialah yang menggoyang ayunan dengan tangan kanannya dan mengguncang dunia dengan tangan kirinya” (Hasan al Banna)
Sejalan dengan pemikiran yang saya kutip diatas, bahwasannya jika kita menginginkan sebuah bangsa yang baik, maka pondasi yang pertama yang harus diperbaiki adalah kaum wanitanya karena dari tangan wanitalah akan tumbuh generasi-generasi penerus bangsa.
Dalam kisah singkat Raden Adjeng Kartini yang saya paparkan diatas, ketika ingin berusaha mencapai cita-cita dengan segala macam rintangan serta ruang gerak yang sempit namun dengan niat yang sungguh-sungguh Insyaallah akan tercapailah cita-cita tersebut.


Hidup Perempuan Indonesia ! 
BEM FEB Unmul 2016
Kabinet #SERU
#SERUnyaHariKartini 

0 komentar:

Posting Komentar