“High Political Cost and
Money Laundering”
University
Club UGM Yogyakarta, 6-8 Oktober 2012
Kasus korupsi di Indonesia sudah sampai pada kondisi yang
sangat memprihatinkan. Fenomena yang kita perhatikan sekarang adalah korupsi
yang telah melembaga di Indonesia. Korupsi telah menjadi sistem yang mengakar
dalam berbagai aspek kehidupan bernegara. Ancaman perilaku korupsi ini bukan
hanya merugikan Indonesia dari sisi ekonomi, tetapi juga mempertaruhkan nama
baik Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat.
Korupsi memberikan dampak negatif yang begitu besar bagi
masyarakat Indonesia. Kesenjangan pendapatan membuat tingkat kesejahteraan
semakin tidak merata. Korupsi membuat distribusi pendapatan masyarakat menjadi
tidak merata karena adanya upaya untuk memperkaya diri/kelompok tertentu dengan
alokasi uang negara yang seharusnya dipergunakan untuk peningkatan
kesejahteraan rakyat.
Sampai dengan tahun 2012, korupsi masih
menjadi hambatan dalam mewujudkan kehidupan bernegara yang demokratis. Revisi
UU Pemilu No.10 tahun 2008 yang baru disahkan sebagai landasan peraturan pemilu
2014 nanti dinilai membuka peluang besar pada penyelenggaraan pemilu yang
koruptif . Tidak adanya poin aturan yang mengatur mengenai penggunaan dana
kampanye dan pelaporannya berpotensi menjadi sektor penyalahgunaan keuangan.
Pasal 134 dan 135 yang mengatur tentang kewajiban menyerahkan laporan dana
kampanye, tidak mengalami perubahan signifikan. Lemahnya pengawasan dan
pengaturan mengenai biaya politik, disparitas antara tingginya biaya politik,
serta kemampuan penyediaan uang untuk itu memicu moral hazard para
pejabat publik demi kepentingan elit politik. Praktik korupsi oleh pejabat
publik pun semakin ”canggih” dengan tindak pencucian uang untuk menghilangkan
jejak aliran dana yang disalahgunakan. Lembaga pengadilan masih jarang
menjadikan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) No.8 tahun 2010 sebagai
aturan untuk menjerat koruptor. Akibatnya, seringkali upaya penanganan kasus
korupsi di Indonesia tidak tuntas mengarah kepada aktor utama kasus korupsi
karena gagal mengungkap aliran dana yang telah disamarkan melalui praktik
pencucian uang.
Melalui
event yang diselenggarakan oleh BEM FEB UGM “Ekonomi Bebas Korupsi 2012”, para
pemuda kaum intelektual mencoba untuk hadir memberi rambu bahwasanya upaya dan
semangat pemberantasan korupsi di Negara ini masih ada dan kita para mahasiswa
siap menjadi pemutus mata rantai korupsi. Konferensi Nasional Ekonomi Bebas
Korupsi (EBK) 2012 diikuti oleh delegasi dari beberapa Universitas dari seluruh
Indonesia, diantaranya Universitas Jember, Universitas Negeri Yogyakarta,
Universitas Jendral Soedirman, Institut Pertanian Bogor, Universitas Brawijaya,
Universitas Sriwijaya, Universitas Gadjah Mada, Universitas Padjajaran, Universitas
Lambung Mangkurat, Universitas Indonesia, Universitas Negeri Padang, Institut
Teknologi Bandung, Universitas Negeri Semarang, Universitas Negeri Sebelas
Maret, Universitas Mercubuana, Universitas Islam Indonesia dan Universitas
Mulawarman.
Mekanisme konferensi dimulai dengan
pembagian kelompok (stream) dari seluruh delegasi yang nantinya akan
mendiskusikan topik bahasan pada Workshop Session, namun sebelum itu para
delegasi akan mendengarkan pemaparan data dan fakta dari beberapa pembicara
pada Plennary Session. Selanjutnya setelah mendapatkan hasil atau kesimpulan
rekomendasi dari setiap stream, akan dilaksanakan General Discussion yang
nantinya akan mempertemukan setiap stream yang akan kembali mendiskusikan
setiap rekomendasi yang telah dirumuskan di setiap stream masing-masing, untuk
memperoleh rekomendasi akhir dari Konferensi Nasional Ekonomi Bebas Korupsi ini
yang ditandatangani oleh seluruh peserta konferemsi dan nantinya akan
dideklarasikan serta disampaikan langsung kepada Ketua DPR RI pada seminar
Nasional keesokan harinya.
Dalam pelaksanaan Konferensi setiap
delegasi dibagi menjadi 3 stream, dimana setiap stream memperoleh kesempatan
menyampaikan rekomendasi sesuai tema bahasan yang telah ditentukan oleh panitia
penyelenggara. Stream 1 yang beranggotakan delegasi dari Universitas Jember,
Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Jendral Soedirman, Universitas
Mulawarman, Institut Pertanian Bogor, Universitas Brawijaya, Universitas
Sriwijaya, dan Universitas Gadjah Mada diberi tema bahasan “Penegakan Aturan
Hukum Keuangan Partai Politik” dengan menghadirkan pembicara Abdullah Dahlan
(Koordinator Bidang Politik ICW) dan Wanda Hamidah (Mantan Bendahara PAN) pada
Plennary session. Stream 2 beranggotakan
delegasi dari Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Universitas
Lambung Mangkurat, Universitas Indonesia dan Universitas Negeri Padang
membahas tema “Regulasi Dana Pemilu”
dengan pembicara Zainal Arifin Muchtar (Direktur PUKAT) dan Marissa Grace Haque
(Mantan CaBup Tangerang Selatan), sedangkan Stream 3 yang beranggotakan
Universitas Negeri Semarang, Universitas Negeri Sebelas Maret, Universitas
Mercubuana, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada dan Universitas Islam
Indonesia membahas “Penguatan Kelembagaan Badan Anggaran DPR dari Kejahatan
Politik Parpol” didampingi oleh pembicara Rimawan Pradiptyo (Dosen dan Peneliti
FEB UGM) dan Harry Azhar Azis (Anggota DPR RI).
Universitas Mulawarman berkesempatan
menyampaikan aspirasi pada Stream 1. Pada Plennary Session stream 1 terdapat
beberapa kutipan menarik dari para pembicara, pertama dari Bapak Abdullah
Dahlan selaku Koordinator Bidang Politik ICW yang menjabarkan kajian ICW
tentang temuan keuangan partai politik yang kurang transparan secara umum,
menganalisis efektivitas peran undang-undang tentang pelaporan keuangan partai
politik, menjelaskan potensi BUMN dan Kementrian sebagai ladang korupsi,
memberikan pandangan dalam hal penanggulangan Badan Negara sebagai salah satu
sumber pendanaan partai politik serta menjelaskan system pelaporan yang ideal
untuk partai politik dalam menciptakan iklim politik yang transparan dan
akuntabel. Beliau memaparkan bahwa kelamahan partai politik saat ini adalah
lemahnya sumber-sumber keuangan yang mandiri, disamping system High Political
Cost yang semakin membuat partai politik tidak mandiri dan membuat badan
legislasi menjadi lahan empuk untuk menjadi ladang korupsi karena sejauh ini
sumber pendanaan partai politik hanya berasal dari 3 sektor, yaitu iuran
anggota, sumbangan APBD/APBN dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Hal
menarik lainnya adalah beliau mengatakan bahwa sebenarnya kasus korupsi telah
dirancang sejak awal dan proses transparansi sendiri belum terlaksana dengan
baik secara internal partai politik. Selanjutnya yang kedua dari Ibu Wanda
Hamidah selaku Mantan Bendahara PAN memberikan gambaran secara umum mengenai
aktivitas partai politik dan hubungannya terhadap upaya menciptakan good
governance dan kepercayaan public, memberi penjelasan akan sumber pendanaan yang
biasa diperoleh partai politik baik APBN maupun Non APBN, membandingkan
pelaporan keuangan partai dan kaitannya terhadap asumsi masyarakat terhadap
kepemimpinan yang terjadi di dalam sebuah partai politik, memberikan pandangan
mengenai masalah yang dihadapi dalam upaya partai politik Indonesia untuk
menciptakan pelaporan keuangan partai yang akuntabel dan transparan, memberikan
opininya terkait pelaporan keuangan yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang
ada di Indonesia seperti Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2009
serta memberikan analisisnya terkait efektifitas peraturan-peraturan yang
bersangkutan dalam kinerjanya untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam
pemaparannya Wanda Hamidah mengatakan bahwa sudah sepantasnya Poltik itu berbiaya
tinggi karena system demokrasi itu mahal dan orang tertentu saja yang sanggup
untuk melaksanakannya namun pelaksanaannya harus tetap kita kawal, sebuah
partai politik pun seharusnya jangan dimusuhi karena partai politik merupakan
sebuah system yang nantinya akan membangun perubahan. Beliau juga mengatakan
bahwa perjuangan untuk mewujudkan perubahan itu lebih konkrit dapat kita
laksanakan apabila bergabung dengan partai politik, partai politik pun bisa
“mati” apabila tidak ada partisipasi dari masyarakat. Sebenarnya biaya politik
dapat dilaksanakan dengan Low Cost tapi membutuhkan usaha yang lebih keras, dan
yang lebih menarik lagi adalah statement beliau yang mengatakan bahwa anggota dari KPK dan BPK adalah “utusan”
dari partai politik.
Pada kesempatan tersebut delegasi
Universitas Mulawarman memberikan rekomendasi sebagai berikut :
1. Penegakkan kembali regulasi yang tegas
terkait sanksi administrasi dan pidana bagi yang melanggar aturan hukum keuangan
parpol.
2. mengajukan kewajiban audit bagi setiap
partai politik secara rutin perbulannya.
3. pembatasan dana hibah seperti penerimaan
dari anggota atau kadernya yang berada di lembaga Legislatif, yudikatif maupun
eksekutif terkait dana kampanye.
4. merivisi UU No. 2 ayat 4 tahun 2008 terkait
Bidang Usaha Mandiri Partai Politik.
5. menuntut transparansi dan akuntabilitas
keuangan partai politik secara profesional baik internal maupun eksternal
parpol.
6. menerapkan financial fairplay dalam
pelaksanaan kampanye partai politik.
Dari 6 poin diatas yang ditolak adalah poin
nomor 4 terkait rivisi UU No. 2 ayat 4 tahun 2008 tentang Bidang Usaha Mandiri
Partai Politik, rekomendasi ini dinilai terlalu riskan bila diterapkan oleh
partai politik sebab hal ini akan semakin memperlebar ruang gerak parpol untuk
berusaha memperoleh dana yang “curang tapi sah”, seperti tender pembangunan,
dll. Sementara rekomendasi yang lain di
terima dan dimasukkan ke dalam rumusan rekomendasi stream 1 secara implisit.
Setelah seluruh stream menyelesaikan
workshop session, konferensi dilanjutkan dengan general discussion yang
melibatkan kembali seluruh delegasi perwakilan univeritas se-Indonesia. Pada
saat pelaksanaan General Discussion diskusi berlangsung sangat seru dan hangat
namun terkendala dengan waktu sehingga banyak keputusan dan kesepakatan yang
diambil secara singkat, namun secara keseluruhan perdebatan yang terjadi hanya
bersifat redaksional saja. Berikut hasil rumusan rekomendasi Konferensi
Nasional Ekonomi Bebas Korupsi 2012 :
(Stream 1)
1. Terkait dengan penerapan good political
party governance diperlukan upaya penguatan kapasitas regulasi yang tertuang
dalam UU partai politik (No.35, No.39 dan No.47).
2. Diperlukan penguatan kapasitas kelembagaan
bagi instansi pengawas keuangan pemerintah, seperti :
a. Kementrian Dalam Negeri, terkait teknis
pencatatan laporan keuangan partai politik yang lebih diperjelas.
b. Badan Pengawas Keuangan, terkait dengan
independensi anggota BPK agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melakukan
proses pengawasan.
3. Revisi UU tentang Partai Politik, Pemilu,
dan Tipikor serta meningkatkan sanksi administratif yang selama ini dinilai
kurang mengikat.
4. Menetapkan regulasi secara jelas dan rinci
mengenai penggunaan media massa yang wajib digunakan dalam melakukan publikasi
transparansi laporan keuangan partai politik yang telah diaudit.
5. Mekanisme pemberian sanksi bagi parpol yang
tidak melampirkan laporan keuangan yang telah diaudit kepada KPU adalah ditolak
pendaftarannya sebagai peserta pemilu.
(Stream
2)
6. Pembatasan dana kampanye tidak hanya pada
sumbangan, tetapi juga mencakup instrument dan dana total pengeluaran kampanye.
7. Diberlakukannya asas pembuktian terbalik.
8. Validasi penyumbang dana kampanye melalui
NPWP dan KTP.
9. Melakukan pengauditan dana kampanye partai
politik, individu, dan yang terafiliasi.
10. Melakuikan uji kelayakan hokum terhadap
regulasi dana kampanye partai politik, individu, dan yang terafiliasi.
11. Menguatkan kembali bahwa Undang-undang dan
Peraturan Pemerintah tidak boleh bertentangan.
(Stream 3)
12. Meminta transparansi dalam metode pemilihan
anggota Badan Anggaran dengan melewati tahapan fit and proper test atau tes uji
kelayakan dengan criteria tertentu seperti akademik, pengalaman, track record,
jabatan di partai politik dan laporan kekayaan.
13. Menuntut Badan Anggaran untuk memastikan
usulan anggaran yang disetujui sesuai dengan 4 pilar pembangunan Negara (Pro
Job, Pro Growth, Pro Poor, dan Pro Environment).
14. Setiap anggota Badan Anggaran diwajibkan
melaporkan kekayaan secara berkala per semester.
15. Mendorong Badan Anggaran bekerja sama
dengan pemerintah untuk membuat model penganggaran jangka panjang.