Sabtu, 03 November 2012

Konferensi Nasional Ekonomi Bebas Korupsi (EBK) 2012


“High Political Cost and Money Laundering”
University Club UGM Yogyakarta, 6-8 Oktober 2012

Kasus korupsi di Indonesia sudah sampai pada kondisi yang sangat memprihatinkan. Fenomena yang kita perhatikan sekarang adalah korupsi yang telah melembaga di Indonesia. Korupsi telah menjadi sistem yang mengakar dalam berbagai aspek kehidupan bernegara. Ancaman perilaku korupsi ini bukan hanya merugikan Indonesia dari sisi ekonomi, tetapi juga mempertaruhkan nama baik Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat.
Korupsi memberikan dampak negatif yang begitu besar bagi masyarakat Indonesia. Kesenjangan pendapatan membuat tingkat kesejahteraan semakin tidak merata. Korupsi membuat distribusi pendapatan masyarakat menjadi tidak merata karena adanya upaya untuk memperkaya diri/kelompok tertentu dengan alokasi uang negara yang seharusnya dipergunakan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat.
Sampai dengan tahun 2012, korupsi masih menjadi hambatan dalam mewujudkan kehidupan bernegara yang demokratis. Revisi UU Pemilu No.10 tahun 2008 yang baru disahkan sebagai landasan peraturan pemilu 2014 nanti dinilai membuka peluang besar pada penyelenggaraan pemilu yang koruptif . Tidak adanya poin aturan yang mengatur mengenai penggunaan dana kampanye dan pelaporannya berpotensi menjadi sektor penyalahgunaan keuangan. Pasal 134 dan 135 yang mengatur tentang kewajiban menyerahkan laporan dana kampanye, tidak mengalami perubahan signifikan. Lemahnya pengawasan dan pengaturan mengenai biaya politik, disparitas antara tingginya biaya politik, serta kemampuan penyediaan uang untuk itu memicu moral hazard para pejabat publik demi kepentingan elit politik. Praktik korupsi oleh pejabat publik pun semakin ”canggih” dengan tindak pencucian uang untuk menghilangkan jejak aliran dana yang disalahgunakan. Lembaga pengadilan masih jarang menjadikan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) No.8 tahun 2010 sebagai aturan untuk menjerat koruptor. Akibatnya, seringkali upaya penanganan kasus korupsi di Indonesia tidak tuntas mengarah kepada aktor utama kasus korupsi karena gagal mengungkap aliran dana yang telah disamarkan melalui praktik pencucian uang.
            Melalui event yang diselenggarakan oleh BEM FEB UGM “Ekonomi Bebas Korupsi 2012”, para pemuda kaum intelektual mencoba untuk hadir memberi rambu bahwasanya upaya dan semangat pemberantasan korupsi di Negara ini masih ada dan kita para mahasiswa siap menjadi pemutus mata rantai korupsi. Konferensi Nasional Ekonomi Bebas Korupsi (EBK) 2012 diikuti oleh delegasi dari beberapa Universitas dari seluruh Indonesia, diantaranya Universitas Jember, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Jendral Soedirman, Institut Pertanian Bogor, Universitas Brawijaya, Universitas Sriwijaya, Universitas Gadjah Mada, Universitas Padjajaran, Universitas Lambung Mangkurat, Universitas Indonesia, Universitas Negeri Padang, Institut Teknologi Bandung, Universitas Negeri Semarang, Universitas Negeri Sebelas Maret, Universitas Mercubuana, Universitas Islam Indonesia dan Universitas Mulawarman.
Mekanisme konferensi dimulai dengan pembagian kelompok (stream) dari seluruh delegasi yang nantinya akan mendiskusikan topik bahasan pada Workshop Session, namun sebelum itu para delegasi akan mendengarkan pemaparan data dan fakta dari beberapa pembicara pada Plennary Session. Selanjutnya setelah mendapatkan hasil atau kesimpulan rekomendasi dari setiap stream, akan dilaksanakan General Discussion yang nantinya akan mempertemukan setiap stream yang akan kembali mendiskusikan setiap rekomendasi yang telah dirumuskan di setiap stream masing-masing, untuk memperoleh rekomendasi akhir dari Konferensi Nasional Ekonomi Bebas Korupsi ini yang ditandatangani oleh seluruh peserta konferemsi dan nantinya akan dideklarasikan serta disampaikan langsung kepada Ketua DPR RI pada seminar Nasional keesokan harinya.
Dalam pelaksanaan Konferensi setiap delegasi dibagi menjadi 3 stream, dimana setiap stream memperoleh kesempatan menyampaikan rekomendasi sesuai tema bahasan yang telah ditentukan oleh panitia penyelenggara. Stream 1 yang beranggotakan delegasi dari Universitas Jember, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Jendral Soedirman, Universitas Mulawarman, Institut Pertanian Bogor, Universitas Brawijaya, Universitas Sriwijaya, dan Universitas Gadjah Mada diberi tema bahasan “Penegakan Aturan Hukum Keuangan Partai Politik” dengan menghadirkan pembicara Abdullah Dahlan (Koordinator Bidang Politik ICW) dan Wanda Hamidah (Mantan Bendahara PAN) pada Plennary session. Stream 2  beranggotakan delegasi dari Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Universitas Lambung Mangkurat, Universitas Indonesia dan Universitas Negeri Padang membahas  tema “Regulasi Dana Pemilu” dengan pembicara Zainal Arifin Muchtar (Direktur PUKAT) dan Marissa Grace Haque (Mantan CaBup Tangerang Selatan), sedangkan Stream 3 yang beranggotakan Universitas Negeri Semarang, Universitas Negeri Sebelas Maret, Universitas Mercubuana, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada dan Universitas Islam Indonesia membahas “Penguatan Kelembagaan Badan Anggaran DPR dari Kejahatan Politik Parpol” didampingi oleh pembicara Rimawan Pradiptyo (Dosen dan Peneliti FEB UGM) dan Harry Azhar Azis (Anggota DPR RI).
Universitas Mulawarman berkesempatan menyampaikan aspirasi pada Stream 1. Pada Plennary Session stream 1 terdapat beberapa kutipan menarik dari para pembicara, pertama dari Bapak Abdullah Dahlan selaku Koordinator Bidang Politik ICW yang menjabarkan kajian ICW tentang temuan keuangan partai politik yang kurang transparan secara umum, menganalisis efektivitas peran undang-undang tentang pelaporan keuangan partai politik, menjelaskan potensi BUMN dan Kementrian sebagai ladang korupsi, memberikan pandangan dalam hal penanggulangan Badan Negara sebagai salah satu sumber pendanaan partai politik serta menjelaskan system pelaporan yang ideal untuk partai politik dalam menciptakan iklim politik yang transparan dan akuntabel. Beliau memaparkan bahwa kelamahan partai politik saat ini adalah lemahnya sumber-sumber keuangan yang mandiri, disamping system High Political Cost yang semakin membuat partai politik tidak mandiri dan membuat badan legislasi menjadi lahan empuk untuk menjadi ladang korupsi karena sejauh ini sumber pendanaan partai politik hanya berasal dari 3 sektor, yaitu iuran anggota, sumbangan APBD/APBN dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Hal menarik lainnya adalah beliau mengatakan bahwa sebenarnya kasus korupsi telah dirancang sejak awal dan proses transparansi sendiri belum terlaksana dengan baik secara internal partai politik. Selanjutnya yang kedua dari Ibu Wanda Hamidah selaku Mantan Bendahara PAN memberikan gambaran secara umum mengenai aktivitas partai politik dan hubungannya terhadap upaya menciptakan good governance dan kepercayaan public, memberi penjelasan akan sumber pendanaan yang biasa diperoleh partai politik baik APBN maupun Non APBN, membandingkan pelaporan keuangan partai dan kaitannya terhadap asumsi masyarakat terhadap kepemimpinan yang terjadi di dalam sebuah partai politik, memberikan pandangan mengenai masalah yang dihadapi dalam upaya partai politik Indonesia untuk menciptakan pelaporan keuangan partai yang akuntabel dan transparan, memberikan opininya terkait pelaporan keuangan yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang ada di Indonesia seperti Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2009 serta memberikan analisisnya terkait efektifitas peraturan-peraturan yang bersangkutan dalam kinerjanya untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam pemaparannya Wanda Hamidah mengatakan bahwa sudah sepantasnya Poltik itu berbiaya tinggi karena system demokrasi itu mahal dan orang tertentu saja yang sanggup untuk melaksanakannya namun pelaksanaannya harus tetap kita kawal, sebuah partai politik pun seharusnya jangan dimusuhi karena partai politik merupakan sebuah system yang nantinya akan membangun perubahan. Beliau juga mengatakan bahwa perjuangan untuk mewujudkan perubahan itu lebih konkrit dapat kita laksanakan apabila bergabung dengan partai politik, partai politik pun bisa
“mati” apabila tidak ada partisipasi dari masyarakat. Sebenarnya biaya politik dapat dilaksanakan dengan Low Cost tapi membutuhkan usaha yang lebih keras, dan yang lebih menarik lagi adalah statement beliau yang mengatakan  bahwa anggota dari KPK dan BPK adalah “utusan” dari partai politik.
Pada kesempatan tersebut delegasi Universitas Mulawarman memberikan rekomendasi sebagai berikut :

1.     Penegakkan kembali regulasi yang tegas terkait sanksi administrasi dan pidana bagi yang melanggar aturan hukum keuangan parpol.
2.    mengajukan kewajiban audit bagi setiap partai politik secara rutin perbulannya.
3.    pembatasan dana hibah seperti penerimaan dari anggota atau kadernya yang berada di lembaga Legislatif, yudikatif maupun eksekutif terkait dana kampanye.
4.    merivisi UU No. 2 ayat 4 tahun 2008 terkait Bidang Usaha Mandiri Partai Politik.
5.    menuntut transparansi dan akuntabilitas keuangan partai politik secara profesional baik internal maupun eksternal parpol.
6.    menerapkan financial fairplay dalam pelaksanaan kampanye partai politik.
Dari 6 poin diatas yang ditolak adalah poin nomor 4 terkait rivisi UU No. 2 ayat 4 tahun 2008 tentang Bidang Usaha Mandiri Partai Politik, rekomendasi ini dinilai terlalu riskan bila diterapkan oleh partai politik sebab hal ini akan semakin memperlebar ruang gerak parpol untuk berusaha memperoleh dana yang “curang tapi sah”, seperti tender pembangunan, dll.  Sementara rekomendasi yang lain di terima dan dimasukkan ke dalam rumusan rekomendasi stream 1 secara implisit.
Setelah seluruh stream menyelesaikan workshop session, konferensi dilanjutkan dengan general discussion yang melibatkan kembali seluruh delegasi perwakilan univeritas se-Indonesia. Pada saat pelaksanaan General Discussion diskusi berlangsung sangat seru dan hangat namun terkendala dengan waktu sehingga banyak keputusan dan kesepakatan yang diambil secara singkat, namun secara keseluruhan perdebatan yang terjadi hanya bersifat redaksional saja. Berikut hasil rumusan rekomendasi Konferensi Nasional Ekonomi Bebas Korupsi 2012 :
(Stream 1)
1.     Terkait dengan penerapan good political party governance diperlukan upaya penguatan kapasitas regulasi yang tertuang dalam UU partai politik (No.35, No.39 dan No.47).
2.    Diperlukan penguatan kapasitas kelembagaan bagi instansi pengawas keuangan pemerintah, seperti :
a.    Kementrian Dalam Negeri, terkait teknis pencatatan laporan keuangan partai politik yang lebih diperjelas.
b.    Badan Pengawas Keuangan, terkait dengan independensi anggota BPK agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melakukan proses pengawasan.
3.    Revisi UU tentang Partai Politik, Pemilu, dan Tipikor serta meningkatkan sanksi administratif yang selama ini dinilai kurang mengikat.
4.    Menetapkan regulasi secara jelas dan rinci mengenai penggunaan media massa yang wajib digunakan dalam melakukan publikasi transparansi laporan keuangan partai politik yang telah diaudit.
5.    Mekanisme pemberian sanksi bagi parpol yang tidak melampirkan laporan keuangan yang telah diaudit kepada KPU adalah ditolak pendaftarannya sebagai peserta pemilu.

(Stream 2)
6.    Pembatasan dana kampanye tidak hanya pada sumbangan, tetapi juga mencakup instrument dan dana total pengeluaran kampanye.
7.    Diberlakukannya asas pembuktian terbalik.
8.    Validasi penyumbang dana kampanye melalui NPWP dan KTP.
9.    Melakukan pengauditan dana kampanye partai politik, individu, dan yang terafiliasi.
10.  Melakuikan uji kelayakan hokum terhadap regulasi dana kampanye partai politik, individu, dan yang terafiliasi.
11.  Menguatkan kembali bahwa Undang-undang dan Peraturan Pemerintah tidak boleh bertentangan.

(Stream 3)
12.  Meminta transparansi dalam metode pemilihan anggota Badan Anggaran dengan melewati tahapan fit and proper test atau tes uji kelayakan dengan criteria tertentu seperti akademik, pengalaman, track record, jabatan di partai politik dan laporan kekayaan.
13.  Menuntut Badan Anggaran untuk memastikan usulan anggaran yang disetujui sesuai dengan 4 pilar pembangunan Negara (Pro Job, Pro Growth, Pro Poor, dan Pro Environment).
14.  Setiap anggota Badan Anggaran diwajibkan melaporkan kekayaan secara berkala per semester.
15.  Mendorong Badan Anggaran bekerja sama dengan pemerintah untuk membuat model penganggaran jangka panjang.

0 komentar:

Posting Komentar